Skip to main content

Merindu di Ujung Senja

Ada rindu yang menjajah pikiran dan memperkosa hati. Dia bahkan memonopoli otak dan perasaan. Apapun yang kulakukan, dia selalu membuntuti. Enggan enyah sedetik pun. Terus merongrong perhatian. Tapi aku rela. Tapi aku suka. Apalagi setiap kali matahari kembali ke peraduannya. Kemudian langit mulai bersemu jingga. Ditambah kerlip lampu kota mencumbu keindahannya. Dengan kastil merayu ingin menjamahnya. Dan sungai mendekap bayangannya. Disaksikan jembatan tua yang menjadi tempatku berpijak, untuk merindu di ujung senja.

Hai, Rindu. Aku tidak tau harus senang atau sedih dengan kamu yang menemaniku di sini. Tapi aku bersyukur bisa mengenalmu sejauh ini. Setidaknya karenamu, aku sadar akan satu hal. Betapa aku menyayangi dan membutuhkan dia. Iya, dia. Kamu tau itu dengan pasti. Tugasmu memang unik, Rindu. Mendesain perasaan menjadi sedemikian rupa. Hingga aku ingin berlari ribuan mil demi melihatnya. Hingga aku ingin memeluk suaranya. Rindu, aku ingin bertemu dengannya. Aku mencintainya.

Heidelberg, 15 Desember 2013

-Filia-

Comments

Popular Posts

Drunken Series

UNO

Peucang, Surga di Ujung Barat Pulau Jawa (Bagian 3)