Skip to main content

Menjadi Bagian dari Dusun Pasarean


Pernah terpikir untuk tinggal di sebuah desa terpencil yang jauh dari kota? Dalam benak saya, sering muncul keinginan untuk tinggal di sebuah tempat yang benar-benar jauh dari kebisingan jalan raya dan hiruk pikuk masyarakat modern dalam jangka waktu tertentu. Pernah sekali saya tinggal di Kampung Bayongbong di daerah Ciwidey, Bandung, dalam kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (P2M) tahun 2011 yang waktu itu mengangkat tema Memasyarakatkan Mahasiswa. Namun kampung yang dikelilingi kebun teh tersebut tidak cukup terpencil dan tradisional bagi saya, karena masih bagian dari daerah wisata yang sering dilewati kendaraan mewah.

Tahun ini, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Pendidikan Indonesia atau yang biasa disebut Deutschstudentenverband (DSV) kembali melaksanakan kegiatan P2M. P2M merupakan salah satu program kerja tahunan DSV yang selalu dilaksanakan di desa-desa yang sulit dijamah publik. Pada P2M tahun ini, P2M 2012, diangkatlah tema 'Membangun Jiwa Masyarakat Mandiri dan Berwawasan' yang dilaksanakan pada Selasa - Minggu, 24-29 Januari 2012 di Dusun Pasarean, Desa Karangnunggal, Cibeber - Cianjur.

Dusun Pasarean tidak dapat dijangkau oleh transportasi umum. Selain itu, lokasinya sangat jauh dari Alun-alun Cibeber, apalagi dari Kota Cianjur. Lingkungan alam sekitar yang masih didominasi sawah dan pepohonan membuat dusun ini terlihat hijau. Cuaca panas pun tidak begitu terasa karena angin sering menyapu daerah ini, mengingat letaknya yang berada di lereng bukit-bukit kecil. Rumah-rumah di sini pun sebagian besar masih berbentuk rumah panggung dengan lantai anyaman bambu atau papan-papan kayu yang ditutupi tikar diatasnya. Tidak ada kemacetan di daerah ini, tidak banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang, paling hanya satu dua motor milik warga desa setempat. Yang disayangkan adalah kondisi air yang menurut saya pribadi kurang bisa dibilang bersih dan juga tidak tersedianya MCK di semua rumah.

Dari segi lingkungan sosial, warga di Dusun Pasarean sebagian besar mata pencahariannya adalah petani. Untuk kondisi anak-anak di desa ini, banyak dari mereka yang putus sekolah dan menikah di bawah umur. Anak-anak disekolahkan oleh orang tuanya hanya bertujuan agar bisa baca-tulis saja. Ini berarti kesadaran terhadap pendidikan masih sangat kurang. Dari anak-anak yang saya temui, banyak di antara mereka yang berasal dari keluarga broken home. Mereka tinggal bersama nenek atau kakeknya, sedangkan orang tuanya bercerai dan entah ke mana. Pekerjaan sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri bagi warga di dusun ini juga dianggap menjanjikan. Banyak perempuan yang mengambil pekerjaan ini namun kemudian pulang dalam keadaan hamil atau membawa anak. Entah itu anak siapa (ngertilah maksudnya).Well, terlepas dari berbagai masalah sosial tersebut, warga Dusun Pasarean memang benar-benar menerima kami semua dengan tangan terbuka.

Pertama tiba, kami disambut hangat oleh siswa-siswi dan guru-guru SDN Karangnunggal. Dengan dihadiri oleh beberapa perangkat Desa Karangnunggal dan Dusun Pasarean serta guru-guru SDN Karangnunggal, kami membuka kegiatan P2M 2012 di sana. SDN Karangnunggal ini juga merupakan salah satu sekolah yang diajar oleh tim pengajar P2M selama kami melaksanakan kegiatan ini. Sayangnya, tahun ini saya tidak bisa mengajar seperti tahun kemarin, karena tergabung dalam kepanitiaan inti. Selain di SDN Karangnunggal, tim pengajar P2M juga mengajar di SDN Bunisari. Jika ke SDN Karangnunggal ditempuh dengan berjalan kaki melalui jalan biasa yang ada di desa dan membutuhkan waktu ± 30 menit dari rumah inap, maka untuk ke SDN Bunisari kami harus melalui jalan 'galengan sawah' dan menyebrangi sungai kecil dengan waktu sekitar 15 menit lamanya, tentu saja dengan berjalan kaki.

Dalam kegiatan P2M 2012, kami lebih memberikan perhatian khusus pada bidang sosial. Agenda acara yang telah direncanakan dan disusun sedemikian rupa tentu saja harus terlaksana dalam waktu enam hari lima malam. Di bidang pendidikan misalnya, selain Kegiatan Belajar Mengajar, ada juga Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan kegiatan nonton bareng film yang sifatnya inspiratif. Rangkaian kegiatan di bidang pendidikan ini juga ditutup dengan acara Gebyar pendidikan, yaitu sebuah acara lomba antarsekolah dasar. Berbeda halnya dengan kegiatan di bidang keagamaan yang sasarannya lebih luas. Mulai dari mengkondisikan shalat berjamaah lima waktu, pengajian ibu-ibu, pengajian bapak-bapak, silaturrahim akbar, mengajar ngaji anak-anak hingga mengadakan lomba da’i cilik. Sedangkan untuk di bidang sosialnya sendiri, kami mengadakan kerja bakti, merenovasi pos kamling, bazaar pakaian dan sembako, serta yang paling besar adalah membangun jembatan guna memperlancar mobilitas siswa ke sekolah, yaitu ke SDN Bunisari. Kegiatan di bidang sosial tersebut dilakukan oleh warga dan panitia sehingga kami dapat lebih berbaur dengan warga setempat.

Selain kegiatan-kegiatan tersebut, masih ada kegiatan lainnya. Misalnya workshop mendaur ulang barang-barang bekas, penyuluhan kesehatan, sepak bola antara warga dan panitia, serta ronda malam yang dilakukan oleh panitia laki-laki bersama bapak-bapak setempat. Seluruh kegiatan yang diagendakan tentu saja melibatkan warga yang ada di Dusun Pasarean, baik anak-anak, remaja maupun ibu-ibu dan bapak-bapak.

Banyak hal yang saya pelajari dari kegiatan P2M kali ini. Bersyukur, sabar dan ikhlas sih udah jadi pelajaran wajib di sini. Hal lain yang dapat saya petik diantaranya berani berbicara. Kemampuan bahasa Sunda yang pas-pasan tidak menjadikan saya canggung untuk bergaul dengan warga setempat. Mengelola emosi, meninggalkan ego, mendengarkan orang lain, memupuk percaya diri juga beberapa pelajaran yang saya ambil. Yang paling penting dan paling sulit adalah mengatur orang. Segala sesuatu di lapangan yang berkenaan dengan teknis acara menjadi tanggung jawab saya, termasuk mengatur panitia dan warga dalam setiap acara yang ada. Jujur, saya orang yang susah diatur dan tidak mau mengatur. Tapi ini tugas dan tanggung jawab. Kalo kata Doraemon sih akhirnya ya "Apa boleh buat".

Capek, lelah. Itu pasti. Tapi semua itu terobati dan tidak terasa karena rasa kebersamaan dan saling memiliki yang ditawarkan teman-teman panitia. Dan yang paling penting rasa nyaman serta 'dianggap keluarga' oleh warga yang membuat saya dan teman-teman panitia betah di dusun ini. Akhirnya perjalanan ini ditutup dengan pecahnya isak tangis dari kami dan warga. Di antara kami masih ingin bersama dan berbagi. Ada rasa tidak ingin berpisah saat kami akan kembali ke kehidupan bising Kota Bandung. Ya, walaupun kurang dari seminggu kami menumpang dengan niat mengabdi di Dusun Pasarean, namun kami telah dianggap bagian dari mereka, pun sebaliknya. Mereka, warga Dusun Pasarean, tidak hanya menjadi keluarga bagi kami, tapi juga menjadi guru dan teman yang bisa saling berbagi pelajaran hidup.

- Filia -

Comments

Ria Nugroho said…
ternyata masih banyak daerah yg tertinggal ya kasihan anak2 disana harus putus sekolah :(
pasti seru ya fil disana, sayang waktu kuliah aku gak ada kegiatan kayak gini :P
Filia said…
Masih banyak sekali. Jangankan di desa begitu, di kota besar aja masih banyak anak-anak yang harus putus sekolah kak :(

Popular Posts

Drunken Series

UNO

Peucang, Surga di Ujung Barat Pulau Jawa (Bagian 3)